Selasa, 29 Januari 2013

Nenek Pengemis Misterius


“Ibu, Ayah, Nenek… aku berangkat ke sekolah sekarang.. Sampai Jumpa nanti !!” sambil melambaikan kedua tanganku sebelum aku masuk ke dalam mobil. Hari ini aku berharap bertemu nenek itu lagi. Aku ingin memberikan bekal makanan padanya, seperti yang selama ini aku lakukan setiap bertemu dengan nenek itu.
            Nama ku Cheon Ji, Yeo Cheon Ji dan ini lah kebiasaanku setiap akan berangkat ke sekolah. Aku seorang siswi SMP kelas 3 di SMP Won Chul. Satu keanehan yang kumiliki, aku tidak menyukai teh. Jujur saja, aku telah melupakan kapan terakhir kalinya aku meminum teh sejak aku sembuh dari demamku. Aku memiliki seorang sahabat sekaligus teman sebangku, ya, dialah Ma Jung Chun.
            “Hey, Cheon Ji… Yeo Cheon Ji !! Di sini.. sebelah sini..” suara salah seorang teman dari arah tangga depan menuju ruang kelasku. “Ya ?” jawabku sambil menoleh ke arah suara itu. “Jung Chun-ah !!!” mataku membelalak begitu melihatnya, tak kusangka, sahabatku telah menunggu di sana, aku berlari sambil melambaikan tangan padanya. “Jung Chun-ah ! Apa kau sedang menungguku ?” tanyaku sambil memeluk tangan Jung Chun dan menariknya ke sampingku. “Ah.. kau ini ! Tentu saja aku menunggumu.. buku ku, kau tak lupa membawanya kan??” toleh Jung Chun. Aku hanya menjawab dengan senyumanku.
            Pelajaran sekolah telah dimulai. Kabarnya hari ini kami akan pulang cepat karna akan ada perenovasian pada tiap kelas di sekolahku. Teng.. teng.. teng… bel pulang berbunyi. Aku membereskan semua peralatanku.. “Jung Chun-ah ! Hari ini aku akan menunggu nenek misterius itu lagi. Apa kau mau ikut ?” .
            “Tentu saja, aku juga ingin tau dia itu siapa.. bukan kah akhir-akhir ini kau selalu membantunya? Kau masih tak tahu di mana keluarganya? Aku kasihan padanya yang selalu mengemis di sekitar rumahmu..” ujar Jung Chun sambil mengemasi buku-bukunya.
            “Aku juga tak tahu..” jawabku dengan bingung. “Setiap aku bertanya padanya tentang di mana keluarganya, dia selalu terdiam dengan tatapan sedih.. Aku jadi tak berani melanjutkan ucapanku..” lanjutku dengan ekspresi yang bertanya-tanya.
            Aku dan Jung Chun pulang dengan naik kereta bawah tanah. Kami duduk sambil memakan permen kesukaanku, aku melihat sekitar dan tercengang saat tiba-tiba duduk seseorang yang ku kenal di depanku. “Nenek itu… lihat dia, dia sedang  menangis..!!” ucapku dengan menatap nenek itu penuh kesedihan. “Apa maksudmu?” Tanya Jung Chun yang tak tahu nenek itu berada di sampingnya. Jung Chun melihat ke arah yang sama denganku. “Kau benar ! Nenek itu menangis, sebenarnya apa yang dipikirkannya?” Jung Chun bertanya-tanya ketika melihat nenek itu menangis dalam diam.
            Perhentian berikutnya… suara operator mengagetkan kami saat akan mendekati nenek itu. Kami harus turun diperhentian ini. “Cheon Ji-ah ! Ayo cepat!! Kita harus turun… nenek itu mungkin nanti akan muncul di depan rumahmu lagi..” teriak Jung Chun padaku di depan pintu kereta. Aku tak mendengar teriakkannya dan tetap berjalan mendekati nenek itu, hingga akhirnya kereta yang kunaiki berjalan lagi. “Cheon Ji-ah !! Hey, Yeo Cheon Ji !! Apa kau tak mendengarku? Turunlah sekarang !! Yeo Cheon Ji!!!” teriak Jung Chun sambil mengetuk-ketuk pintu kereta yang tertutup. Aku tetap menghampiri nenek itu seakan terhipnotis sesuatu. “Nenek.. apa yang kau lakukan di sini sambil menangis? Apa ada yang menyakitimu?” tanyaku sambil menahan air mataku.
            “Nak, itu kah kau? Kau di sini..” nenek itu menatapku dengan air mata membanjiri pipinya. “Ya, nek, ini aku Cheon Ji, gadis manis yang selalu menemanimu saat kau duduk di depan rumahku.” gurauku dengan mataku yang sudah berkaca-kaca. “Kau manis sekali, kau juga lucu, pandai sekali berbicara..” senyum nenek itu, terlihat seperti mencoba menutupi kesedihannya. “Nenek.. kenapa kau menangis? Jujur saja padaku.. aku tidak menyukai senyummu yang kau paksakan itu !” tanyaku dengan tegas berpura-pura memarahi nenek itu. “Anak nakal.. kau berani mengataiku !” ucap nenek itu membuatku tertunduk. “Aku hanya bercanda.. aku tidak apa-apa..” lanjut nenek itu. “Lalu kenapa kau menangis ?” tanyaku penasaran.
            Perhentian terakhir… suara operator itu membuatku tersadar bahwa aku telah melewatkan 2 perhentian untuk pulang. Aku harus segera turun, di perhentian terakhir ini, jalan menuju ke rumah sangat lah jauh. Aku harus 2 kali naik bus untuk pulang. “Ahh nenek.. aku harus segera turun.. ini perhentian terakhir siang ini. Sore nanti apakah kau kan datang ke rumahku lagi?” tanyaku dengan kecewa. “Iya, nak, aku akan datang..” kata nenek itu dengan tersenyum.
            “Aku pulaaannggg !!” teriakku di depan gerbang rumahku sambil menekan bel. Dari kejauhan datang lah Jung Chun. “Hey, Yeo Cheon Ji ! Apa kau ini sudah gila? Kau ini benar-benar...” sentak Jung Chun dengan tatapan kekhawatiran. “Terima kasih telah khawatir padaku.. sungguh aku minta maaf, aku tak mendengarmu tadi !” jawabku dengan nada lemas karena saat itu aku juga sudah lelah sekaligus merasa menyesal pada sahabatku ini. “Kau ini ! Apa kau tahu? Aku juga menunggumu di perhentian berikutnya, tapi kau…” secepat kilat aku menyela pembicaraannya. Gerbang rumahku terbuka dan aku segera masuk. “Sudahlah.. Aku harus masuk, tunggulah aku di dalam, aku kan menjelaskan sesuatu.”
            “Ibu.. apa yang kau lakukan ? Kenapa menangis ?” Aku dan temanku tertegun saat melihat ibuku duduk menangis di ruang depan. Ibuku hanya terdiam. Aku mendekatinya dan melihat album foto yang dipeluk ibuku. Saat melihat foto itu, sungguh aku tertegun seperti orang bodoh, aku seperti mengenal orang itu. “Ibu.. ibu.. dia ini siapa? dia siapa?” tanyaku dengan berkaca-kaca. “Maaf Cheon Ji.. maaf ! Dia adalah nenekmu!” ujar ibuku. “Apa?? Nenekku??” aku tertegun penuh kebingungan. “Ibu mendengar nenekmu jatuh ke dalam jurang saat mencari kayu dan menghilang. Kau masih berusia 4 tahun waktu itu. Selama 10 tahun Ibu terus mencari dan memikirkannya.. tapi.. belum juga ada kabar dari pihak pencarian. Ibu ingat, kau selalu menangis saat tidak bertemu dengannya” lanjut ibuku sambil menangis tersedu-sedu. Air mataku jatuh, Jung Chun menghampiriku dan memelukku, dia melihat foto itu dan ikut menangis. Tak pernah disangka, nenek pengemis itu adalah nenekku yang tak pernah ku sadari sebelumnya. Suasana semakin pecah saat aku bercerita pada ibuku di kamarnya, Jung Chun menungguku di kamarku.
            “Ibu, bagaimana ini? Aku bahkan tak mengenali nenekku sendiri..’ tanyaku dengan tangis yang semakin pecah. “Dia.. Apa benar nenekmu menjadi seorang pengemis di sekitar rumah kita? Kenapa Ibu tak pernah melihatnya?” Tanya ibuku sambil menahan air matanya yang sudah menggenang. “Itu karena dia selalu menutupi wajahnya yang penuh bekas luka. Sekarang aku tahu dari mana nenek itu mendapatkan bekas luka itu. Aku bisa mengenali nenek saat melihat tatapan matanya. Mereka sama. Sore ini aku kan bertemu dengannya. Apa Ibu mau ikut ?” Ceritaku penuh kesedihan. “Ibu akan ikut, tapi Ibu akan melihatnya dari kejauhan, Ibu pikir nenekmu tahu bahwa kau cucunya, hanya saja dia pasti merasa malu mengatakannya padamu dan dia mungkin juga merasa tak berguna lagi, oleh karenanya nenekmu tak mau bertemu Ibu meskipun dia berada di depan Ibu. Itu sifat nenekmu, sama sepertimu..” Jelas ibuku dengan tatapan kosong. Aku menemui Jung Chun dam memeluknya tanpa banyak berkata. Kaki dan tanganku gemetaran seakan aku tak mempercayai semua ini. “Aku bersamanya selama ini.. Maaf aku tak tahu.. maafkan aku..” gumamku sambil memeluk Jung Chun. Jung Chun menepuk-tepuk penggungku, mencoba untuk menenangkan diriku. Aku mengantar Jung Chun sampai di depan gerbang rumahku. “Jung Chun-ah ! Terima kasih atas segalanya…” seruku. “Kau ini.. aku kan sahabatmu.. memangnya siapa lagi !” jawab Jung Chun penuh ketenangan. Aku tersenyum menatapnya.
            Sore ini aku menunggunya di depan rumah bersama Ibuku, “Dia mungkin tak datang..” ucapku penuh kekecewaan. “Nenekmu adalah orang yang selalu menepati janjinya.. Ibu yakin itu !”. Aku berjalan menuju ke jalan raya tempat aku dan nenekku bertemu pertama kali bersama ibuku. Saat menyeberang jalan aku melihat seorang nenek yang menjatuhkan barangnya aku membantunya, saat itu ibuku sudah sampai di seberang jalan dan tak menyadari kalau aku sudah tak di sampingnya karena Ibuku menatap ke arah keramaian untuk mencari nenekku.
            Lampu penyeberangan sudah berkedip menandakan waktu penyebrangan akan habis, aku masih membantu nenek itu. Lampu pejalan berwarna merah, aku segera menyeberangkan nenek itu. Tapi sebuah kalung milik nenek yang kubantu itu jatuh di tengah jalan. Nenek itu telah sampai di seberang jalan. Aku pergi mengambil kalung itu. Saat aku berbalik aku melihat Ibuku dan nenek yang ku bantu berpelukan. Aku segera menghampiri mereka. “Nenek..? Kau nenek itu kan ?” tanyaku perlahan. “Ibu.. benarkah itu nenek?” lanjutku bertanya pada Ibu. “Iya Cheon Ji.. inilah nenek mu..” jawab Ibuku dengan senyum tangis kebahagiaan. “Nenek, kataknlah sesuatu ?” tanyaku pada nenek. “Cucuku.. selama ini aku tahu kau cucuku.. kau sangat baik seperti Ibumu..” jawab nenek dengan tangis harunya.
            “Tapi kenapa nenek tak mau mengatakannya padaku kalau nenek mengenaliku ?” tanyaku. “Maaf, nenek berpikir bila nenek memberitahumu kau tidak akan pernah percaya karena nenek seorang pengemis.” Jelas nenek. “Tidak nenek.. tidak… aku selalu berharap memiliki nenek sepertimu..” ucapku sambil memeluk nenek. Tiba-tiba dari seberang aku melihat Jung Chun melambaikan tangannya padaku sambil menangis haru. Jung Chun ikut merasa bahagia melihat pertemuan kami.

~TAMAT~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kawan-kawan... jangan lupa komentar dan likenya ya? ^^