“Ibu,
Ayah, Nenek… aku berangkat ke sekolah sekarang.. Sampai Jumpa nanti !!” sambil
melambaikan kedua tanganku sebelum aku masuk ke dalam mobil. Hari ini aku
berharap bertemu nenek itu lagi. Aku ingin memberikan bekal makanan padanya,
seperti yang selama ini aku lakukan setiap bertemu dengan nenek itu.
Nama ku Cheon Ji, Yeo Cheon Ji dan ini lah kebiasaanku
setiap akan berangkat ke sekolah. Aku seorang siswi SMP kelas 3 di SMP Won
Chul. Satu keanehan yang kumiliki, aku tidak menyukai teh. Jujur saja, aku
telah melupakan kapan terakhir kalinya aku meminum teh sejak aku sembuh dari
demamku. Aku memiliki seorang sahabat sekaligus teman sebangku, ya, dialah Ma
Jung Chun.
“Hey, Cheon Ji… Yeo Cheon Ji !! Di
sini.. sebelah sini..” suara salah seorang teman dari arah tangga depan menuju
ruang kelasku. “Ya ?” jawabku sambil menoleh ke arah suara itu. “Jung Chun-ah
!!!” mataku membelalak begitu melihatnya, tak kusangka, sahabatku telah
menunggu di sana, aku berlari sambil melambaikan tangan padanya. “Jung Chun-ah
! Apa kau sedang menungguku ?” tanyaku sambil memeluk tangan Jung Chun dan
menariknya ke sampingku. “Ah.. kau ini ! Tentu saja aku menunggumu.. buku ku,
kau tak lupa membawanya kan??” toleh Jung Chun. Aku hanya menjawab dengan
senyumanku.
Pelajaran sekolah telah dimulai.
Kabarnya hari ini kami akan pulang cepat karna akan ada perenovasian pada tiap
kelas di sekolahku. Teng.. teng.. teng… bel pulang berbunyi. Aku membereskan
semua peralatanku.. “Jung Chun-ah ! Hari ini aku akan menunggu nenek misterius
itu lagi. Apa kau mau ikut ?” .
“Tentu saja, aku juga ingin tau dia
itu siapa.. bukan kah akhir-akhir ini kau selalu membantunya? Kau masih tak
tahu di mana keluarganya? Aku kasihan padanya yang selalu mengemis di sekitar
rumahmu..” ujar Jung Chun sambil mengemasi buku-bukunya.
“Aku juga tak tahu..” jawabku dengan
bingung. “Setiap aku bertanya padanya tentang di mana keluarganya, dia selalu
terdiam dengan tatapan sedih.. Aku jadi tak berani melanjutkan ucapanku..”
lanjutku dengan ekspresi yang bertanya-tanya.
Aku dan Jung Chun pulang dengan naik
kereta bawah tanah. Kami duduk sambil memakan permen kesukaanku, aku melihat sekitar
dan tercengang saat tiba-tiba duduk seseorang yang ku kenal di depanku. “Nenek
itu… lihat dia, dia sedang menangis..!!”
ucapku dengan menatap nenek itu penuh kesedihan. “Apa maksudmu?” Tanya Jung
Chun yang tak tahu nenek itu berada di sampingnya. Jung Chun melihat ke arah
yang sama denganku. “Kau benar ! Nenek itu menangis, sebenarnya apa yang
dipikirkannya?” Jung Chun bertanya-tanya ketika melihat nenek itu menangis
dalam diam.
Perhentian
berikutnya… suara operator mengagetkan kami saat akan mendekati nenek itu.
Kami harus turun diperhentian ini. “Cheon Ji-ah ! Ayo cepat!! Kita harus turun…
nenek itu mungkin nanti akan muncul di depan rumahmu lagi..” teriak Jung Chun
padaku di depan pintu kereta. Aku tak mendengar teriakkannya dan tetap berjalan
mendekati nenek itu, hingga akhirnya kereta yang kunaiki berjalan lagi. “Cheon
Ji-ah !! Hey, Yeo Cheon Ji !! Apa kau tak mendengarku? Turunlah sekarang !! Yeo
Cheon Ji!!!” teriak Jung Chun sambil mengetuk-ketuk pintu kereta yang tertutup.
Aku tetap menghampiri nenek itu seakan terhipnotis sesuatu. “Nenek.. apa yang
kau lakukan di sini sambil menangis? Apa ada yang menyakitimu?” tanyaku sambil
menahan air mataku.
“Nak, itu kah kau? Kau di sini..”
nenek itu menatapku dengan air mata membanjiri pipinya. “Ya, nek, ini aku Cheon
Ji, gadis manis yang selalu menemanimu saat kau duduk di depan rumahku.”
gurauku dengan mataku yang sudah berkaca-kaca. “Kau manis sekali, kau juga
lucu, pandai sekali berbicara..” senyum nenek itu, terlihat seperti mencoba
menutupi kesedihannya. “Nenek.. kenapa kau menangis? Jujur saja padaku.. aku
tidak menyukai senyummu yang kau paksakan itu !” tanyaku dengan tegas berpura-pura
memarahi nenek itu. “Anak nakal.. kau berani mengataiku !” ucap nenek itu
membuatku tertunduk. “Aku hanya bercanda.. aku tidak apa-apa..” lanjut nenek
itu. “Lalu kenapa kau menangis ?” tanyaku penasaran.
Perhentian
terakhir… suara operator itu membuatku tersadar bahwa aku telah melewatkan 2
perhentian untuk pulang. Aku harus segera turun, di perhentian terakhir ini,
jalan menuju ke rumah sangat lah jauh. Aku harus 2 kali naik bus untuk pulang.
“Ahh nenek.. aku harus segera turun.. ini perhentian terakhir siang ini. Sore
nanti apakah kau kan datang ke rumahku lagi?” tanyaku dengan kecewa. “Iya, nak,
aku akan datang..” kata nenek itu dengan tersenyum.
“Aku pulaaannggg !!” teriakku di
depan gerbang rumahku sambil menekan bel. Dari kejauhan datang lah Jung Chun.
“Hey, Yeo Cheon Ji ! Apa kau ini sudah gila? Kau ini benar-benar...” sentak
Jung Chun dengan tatapan kekhawatiran. “Terima kasih telah khawatir padaku..
sungguh aku minta maaf, aku tak mendengarmu tadi !” jawabku dengan nada lemas
karena saat itu aku juga sudah lelah sekaligus merasa menyesal pada sahabatku
ini. “Kau ini ! Apa kau tahu? Aku juga menunggumu di perhentian berikutnya,
tapi kau…” secepat kilat aku menyela pembicaraannya. Gerbang rumahku terbuka
dan aku segera masuk. “Sudahlah.. Aku harus masuk, tunggulah aku di dalam, aku
kan menjelaskan sesuatu.”
“Ibu.. apa yang kau lakukan ? Kenapa
menangis ?” Aku dan temanku tertegun saat melihat ibuku duduk menangis di ruang
depan. Ibuku hanya terdiam. Aku mendekatinya dan melihat album foto yang
dipeluk ibuku. Saat melihat foto itu, sungguh aku tertegun seperti orang bodoh,
aku seperti mengenal orang itu. “Ibu.. ibu.. dia ini siapa? dia siapa?” tanyaku
dengan berkaca-kaca. “Maaf Cheon Ji.. maaf ! Dia adalah nenekmu!” ujar ibuku.
“Apa?? Nenekku??” aku tertegun penuh kebingungan. “Ibu mendengar nenekmu jatuh
ke dalam jurang saat mencari kayu dan menghilang. Kau masih berusia 4 tahun
waktu itu. Selama 10 tahun Ibu terus mencari dan memikirkannya.. tapi.. belum
juga ada kabar dari pihak pencarian. Ibu ingat, kau selalu menangis saat tidak
bertemu dengannya” lanjut ibuku sambil menangis tersedu-sedu. Air mataku jatuh,
Jung Chun menghampiriku dan memelukku, dia melihat foto itu dan ikut menangis.
Tak pernah disangka, nenek pengemis itu adalah nenekku yang tak pernah ku sadari
sebelumnya. Suasana semakin pecah saat aku bercerita pada ibuku di kamarnya, Jung
Chun menungguku di kamarku.
“Ibu, bagaimana ini? Aku bahkan tak
mengenali nenekku sendiri..’ tanyaku dengan tangis yang semakin pecah. “Dia.. Apa
benar nenekmu menjadi seorang pengemis di sekitar rumah kita? Kenapa Ibu tak
pernah melihatnya?” Tanya ibuku sambil menahan air matanya yang sudah menggenang.
“Itu karena dia selalu menutupi wajahnya yang penuh bekas luka. Sekarang aku
tahu dari mana nenek itu mendapatkan bekas luka itu. Aku bisa mengenali nenek
saat melihat tatapan matanya. Mereka sama. Sore ini aku kan bertemu dengannya.
Apa Ibu mau ikut ?” Ceritaku penuh kesedihan. “Ibu akan ikut, tapi Ibu akan
melihatnya dari kejauhan, Ibu pikir nenekmu tahu bahwa kau cucunya, hanya saja
dia pasti merasa malu mengatakannya padamu dan dia mungkin juga merasa tak
berguna lagi, oleh karenanya nenekmu tak mau bertemu Ibu meskipun dia berada di
depan Ibu. Itu sifat nenekmu, sama sepertimu..” Jelas ibuku dengan tatapan
kosong. Aku menemui Jung Chun dam memeluknya tanpa banyak berkata. Kaki dan
tanganku gemetaran seakan aku tak mempercayai semua ini. “Aku bersamanya selama
ini.. Maaf aku tak tahu.. maafkan aku..” gumamku sambil memeluk Jung Chun. Jung
Chun menepuk-tepuk penggungku, mencoba untuk menenangkan diriku. Aku mengantar
Jung Chun sampai di depan gerbang rumahku. “Jung Chun-ah ! Terima kasih atas
segalanya…” seruku. “Kau ini.. aku kan sahabatmu.. memangnya siapa lagi !”
jawab Jung Chun penuh ketenangan. Aku tersenyum menatapnya.
Sore ini aku menunggunya di depan
rumah bersama Ibuku, “Dia mungkin tak datang..” ucapku penuh kekecewaan.
“Nenekmu adalah orang yang selalu menepati janjinya.. Ibu yakin itu !”. Aku
berjalan menuju ke jalan raya tempat aku dan nenekku bertemu pertama kali
bersama ibuku. Saat menyeberang jalan aku melihat seorang nenek yang
menjatuhkan barangnya aku membantunya, saat itu ibuku sudah sampai di seberang
jalan dan tak menyadari kalau aku sudah tak di sampingnya karena Ibuku menatap
ke arah keramaian untuk mencari nenekku.
Lampu penyeberangan sudah berkedip
menandakan waktu penyebrangan akan habis, aku masih membantu nenek itu. Lampu
pejalan berwarna merah, aku segera menyeberangkan nenek itu. Tapi sebuah kalung
milik nenek yang kubantu itu jatuh di tengah jalan. Nenek itu telah sampai di
seberang jalan. Aku pergi mengambil kalung itu. Saat aku berbalik aku melihat
Ibuku dan nenek yang ku bantu berpelukan. Aku segera menghampiri mereka.
“Nenek..? Kau nenek itu kan ?” tanyaku perlahan. “Ibu.. benarkah itu nenek?”
lanjutku bertanya pada Ibu. “Iya Cheon Ji.. inilah nenek mu..” jawab Ibuku dengan
senyum tangis kebahagiaan. “Nenek, kataknlah sesuatu ?” tanyaku pada nenek.
“Cucuku.. selama ini aku tahu kau cucuku.. kau sangat baik seperti Ibumu..”
jawab nenek dengan tangis harunya.
“Tapi kenapa nenek tak mau
mengatakannya padaku kalau nenek mengenaliku ?” tanyaku. “Maaf, nenek berpikir
bila nenek memberitahumu kau tidak akan pernah percaya karena nenek seorang
pengemis.” Jelas nenek. “Tidak nenek.. tidak… aku selalu berharap memiliki
nenek sepertimu..” ucapku sambil memeluk nenek. Tiba-tiba dari seberang aku
melihat Jung Chun melambaikan tangannya padaku sambil menangis haru. Jung Chun
ikut merasa bahagia melihat pertemuan kami.
~TAMAT~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kawan-kawan... jangan lupa komentar dan likenya ya? ^^